Kata “kebajikan” secara umum digunakan dalam filsafat
politik dalam maknanya yang luas untuk menunjukkan kebaikan moral sekaligus
intelektual. Plato membagi kebajikan menjadi 4 (empat) unsur yang pokok: bijaksana, tegas, sederhana, dan adil. Orang yang bijak adalah orang yang
mengetahui, sementara orang yang berdosa adalah orang yang bodoh. Pengetahuan
yang benar akan membimbing pada tindakan yang benar, sementara perbuatan jahat
adalah akibat dari wawasan yang kurang baik. Oleh sebab itu, adalah wajib untuk
mengajar manusia agar mengerti dan memahami agungnya kebenaran hidup, sehingga
dengan mengetahui kebenaran itu, maka manusia dapat berbuat bijak. Dengan
demikian akan dapat memperbaiki kerusakan di masyarakat.[4] Melatih
pikiran secara seksama dan disiplin sangat perlu jika tujuan ini akan dicapai.
Teori Platonik beranggapan bahwa sangat bodoh dan tak
bermakna untuk menempatkan individu yang inferior dalam posisi kepercayaan
publik sementara dia tidak cakap secara alamiah juga tidak terlatih. Plato
berpandangan bahwa tindakan tersebut secara tak nyaman akan mempengaruhi
kesejahteraan orang-orang yang inferior dengan menghilangkannya dari bimbingan
dan pikiran superior.
1. Penegakan hukum yang tepat, adalah:
Undang-Undang/Peraturan
Hukum + Hati Nurani = Keadilan
2. Kebajikan/kebijakan adalah theoria/pengetahuan, maka orang yang
mengetahui harus diberi peran yang menentukan dalam urusan publik, bahwa sangat bodoh dan tak bermakna untuk menempatkan individu yang
inferior dalam posisi kepercayaan publik sementara dia tidak cakap secara
alamiah juga tidak terlatih.
3. Para aparatur negara dan aparatur penegak
hukum harus memiliki ilmu pengetahuan sejati, melalui pendidikan dan pelatihan
yang memadai di samping bakat alamiah tiap individu.
4. Pendidikan dan Pelatihan bagi Aparatur Negara dan Aparatur Pemerintahan, seharusnya :
a. IQ (Intellectual quotient) : - Pendidikan Hukum dan Politik
- Pemahaman tentang Ketatanegaraan
- Pengetahuan Ekonomi dan Budaya
- dll
b EQ (Emotional quotient) : - Kemampuan membaca situasi dan kondisi
- Mencari solusi dan memutuskan secara tepat
c. SQ (Spritual quotient) : - Kemampuan memahami ilmu agama secara baik dan benar (seperti
permahaman tentang tafsir kitab suci, dll)
- Keyakinan pada Sang Khalik yang lebih berkuasa memang benar-benar ada,
dan lain-lain yang sifatnya terkait keimanan.
[2] Boy Nurdin, bahan mata kuliah Filsafat Hukum
Pascasarjana Magister Ilmu Hukum “Tokoh-tokoh Penting
Filsafat: Sejarah dan Inti Pemikiran”.
sebagai pembukaan tahun akademik 2001/2002, Program Pascasarjana
Magister Ilmu Hukum Universitas
Tarumanagara Jakarta, 7 September 2001), hlm.
1.
[4] Boy
Nurdin, Kedudukan dan
Fungsi Hakim dalam Penegakan Hukum di Indonesia (Bandung: Alumni, 2012),
hlm. 73.
Hadeuuuh ketinggala info neh.Kalau tau Dr. Boy Nurdin punya blog, saya akan banyak belajar dari blog ini. Sungguh sangat membantu saya sebagai orang yang basic pendidikan S1 non hukum.
BalasHapus